ini adalah kisahku sewaktu kecil di saat aku belum mengerti apa arti kehidupan, yang ku tau hanyalah bermain layaknya anak-anak kecil lainnya, tak banyak hal yang kuingat waktu kecilku dulu maklum aku sekarang sudah menempuh usia 35 tahun namun ada beberapa hal yang masih ku ingat diantaranya adalah :
1. Bajuku selalu baru
Salah satu hal yang masih ku ingat adalah waktu ku kecil saat main keluar rumah, aku tidak pernah mengenakan baju,bukan ayah dan ibuku tak mampu membelikan baju-baju untukku namun itulah aku, kemanapun aku keluar rumah bermain aku tidak betah untuk mengenakan baju, baju-bajuku di lemari tertata sangat rapih karena sangat jarang aku sentuh kecuali aku dan ayahku pergi kerumah saudaraku, waktu aku kecil aku sangat lah nakal, aku sering kali mengganggu kakakku bermain bersama teman-temannya, di saat kakakku bermain lompat karet ku ganngu mereka dengan berdiri ditengah-tengahnya, di saat lengah aku juga sering menyembunyikan tali karet yang dimainkannya, di saat hendak bermain lagi mereka mencari-cari kemana-mana hingga kesal.
2. Kolong Tempat Tidur yang tak terlupakan
Meskipun aku sangat nakal dan sering menggangu kakakku dan teman-temanya saat bermain namun kakaku dan teman-temannya cepat sekali memaafkanku bahkan aku sering juga diajak bermain bersama mereka meskipun itu adalah permainan wanita, saat mereka bermain masak-masakan, bermain bola bekel, bermain congklak, bermain tabrak dan masih banyak lagi permainan wanita, suatu saat aku ikut bermain petak umpet bersama dengan kakak dan teman-temannya di rumahku, aku bersembunyi bersama teman wanitaku di tempat yang sama yaitu di kolong tempat tidur, entah apa yang merasuki pikiranku waktu itu dan entah dari mana pula yang mempengaruhi pikiranku, padahal waktu itu tv masih sulit ku jumpai ada tv hitam putih dirumah itupun siarannya hanya TVRI, apalagi yang namanya film bioskop, sama sekali jarang adanya di tempatku, namun aku telah melakukan hal bodoh terhadap teman wanitaku itu, entah ini wajar atau tidak wajar, yang kusadari bibirku telah menempel di pipinya cukup lama selain itu pula aku telah merangkul tubuh kecilnya, entah karena tempat yang sempit atau apa sampai saat inipun ku tak bisa mengingat karena apa hal itu terjadi namun yang anehnya mengapa hal itu masih ku ingat hingga saat ini.
3. Anak Pemberani atau nekat
Hal ini sebenarnya aku tidak mengingatnya namun informasi ku peroleh dari ayahku yang menceritakannya beberapa tahun yang lalu, waktu itu ada sebuah program sunnatan masal di tempatku yang di selenggarai oleh pemilik gedung bangunan yang dulu namanya tugu pratama entah sekarang apa namanya, waktu itu para ketua RT di wilayahku menjadi Panitia penerimaan peserta sunnat masal, informasi sunnat ku peroleh dari teman-teman ku dan juga ayah mereka yang telah mendaftarkan ke pak RT, mendengar hal tersebut spontan aku merasa iri dan ingin juga di sunnat dan akhirnya ku putuskan untuk mendaftar ikut menjadi peserta sunnatan massal tanpa sepengetahuan ayah dan ibuku, setelah aku mendaftar pak RT menyampaikan keikut sertaanku dalam sunatan massal tersebut kepada ayah dan ibuku serta mengatakan bangga kepadaku karena berani mendaftarkan diri sendiri.
Saat waktu pelaksanaan sunnatan massal aku mendapat baju koko,sarung, kopiah, juz amma dan alat tulis sebuah simbol kelak setelah di sunnat bisa ku gunakan untuk sholat, mengaji dan belajar. antrian demi antrian ku tunggu dan akhirnya giliran akupun tiba, aku masuk ruangan di temani oleh ayahku dan akhirnya berjumpa dengan seorang dokter yang baik, saat hendak di sunnat aku di tanya apa yang bisa aku baca atau aku hafal dalam bacaan alqur'an spontan ayahku memerintahkan ku membaca surat yaasin yang kebetulan aku hafal waktu kecil dulu, ayat demi ayat ku baca tak terasa proses sunat sudah selesai dan kemudian pak dokter mengatakan bahwa aku anak hebat tidak menangis saat di sunnat dan juga bangga padaku karena hafal surat yaasin, dan mendoakanku semoga kelak aku menjadi anak yang sholeh.
4. Hafal Surat Yaasin
Mengingat aku hafal surat yaasin adalah berkat ayah dan ibuku yang selalu membiasakan ku dan juga ke empat kakakku membacanya setiap hari kamis malam jum'at, kami selalu membaca surat yaasin, surat al-kahfi, surat waqiah dan surat tabarok, kami diajarkan menghafal surat-surat dengan sering membacanya, setelah sholat maghrib tidak ada yang boleh melakukan kegiatan lain selain mengaji hingga surat tersebut selesai dibacakan baru kami di perbolehkan melakukan kegiatan kami masing-masing yang seperti biasa aku hanya bermain dan juga masih terus menggangu kakakku dan teman-temannya bermain.
5.Sendok Semen berdarah
Ayahku adalah keturunan seorang peternak ikan yang sholeh, sejak kecil dia selalu membantu ayahnya (kakekku)mencari makanan ikan di kali atau bahasa kerennya sungai, mata pencaharian kakeku berjualan ikan-ikan hias menggunakan gerobak, kakeku bukanlah orang betawi kaya seperti orang jawa atau sunda bilang, kakekku berjuang menghidupi anak istrinya dari hasil berjualan ikan hias dengan cara berkeliling kampung jakarta, begitu sulitnya mencari uang betul-betul di rasakan oleh ayahku, di saat bulan ramadhan tiba, kakekku tak pernah membangunkan ayahku saur tapi karena niatnya yang besar untuk berpuasa ayahku selalu terbangun saat waktu saur tiba karena ayahku sudah terbangun akhirnya jatah makan saur yang porsinya cukup berdua di bagi menjadi tiga, kakekku tidak menyahkan ayahku dan kakekku selalu bersedih di saat rizki yang di perolehnya tidak mencukupi kebutuhan keluarganya dan kakekku berpesan kepada ayahku kelak bila kau besar bekerjalah dengan sungguh-sungguh, jangan mudah menyerah, jangan mudah merajuk bila kau menghadapi cobaan menghadapi atasanmu yang bawel atau cerewet.
Karena mengetahui keadaan kakekku yang sulit mengais rizki akhirnya ayahku memutuskan tidak melanjutkan sekolahnya karena dia harus ikut membantu kebutuhan keluarga, dan akhirnya ayahku memutuskan bekerja menjadi tenaga kuli bangunan, dia belajar banyak hal tentang perkulian hingga suatu saat dia memiliki bos (mandor)yang sombang, di saat ayahku bekerja membangun rumah sang bos berlagak congkak di hadapan ayahku, dia menunjuk-nunjuk pekerjaan ayahku dengan kakinya yang membuat ayahku naik pitam karena ketidak sopanan bosnya tersebut, dan akhirnya emosi tak bisa terbendung, ayahku langsung memukulkan sendok semen yang di pegangnya kerah kaki si bos tersebut hingga akhirnya si bos pun terluka dan semenjak kejadian tersebut ayahku memutuskan berhenti bekerja sebagai tukang bangunan.
Semenjak kejadian itu ayahku kembali membantu kakekku sebagai tukang peternak ikan hias hingga ayahku menikah dengan ibuku hingga memiliki 5 orang anak, waktu itu akulah anak bontot alias bungsu, sekian tahun ayahku bekerja sebagai tukang bangunan, banyak ilmu tukang bangunan yang di kuasainya hingga pada akhirnya dia bisa mendirikan rumahnya sendiri.
Ayahku memang hebat meski perekonomian tukang ikan hias pasang surut, lebih banyak surutnya dia mempunyai tekat yang ingin memiliki rumah sendiri yang meski di sadari dia tidak mungkin bisa membaeli bahan-bahan bangun seluruhnya, namun entah ini kecerdasan atau kecerdikan, ayahku menawarkan kepada orang-orang yang sedang membongar rumahnya untuk membuang puin ke halaman rumah ayahku, sebuah kegigihan dilakukan oleh ayah dan ibuku, mereka menghantam-hamtamkan puin-puin itu dengan martil hingga puin-puin itu menjadi pasir bangunan, berbagai jenis batu di gempurnya berdua, siang, malam terus di lakukannya hingga beberapa waktu di lalui akhirnya mereka berdua bisa membangun sebuah rumah dari hal tersebut. batu bata yang masih terlihat utuh sudah lebih dulu di pisahkan dan di buatnya untuk dinding rumah hingga selesailah rumah impian ayahku yang memiliki 2 lantai.
bersambung ...........